29/09/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di setiap daerah pastilah memiliki sejarah
yang berbeda-beda. Sejarah dari suatu daerah tersebut bisa mengandung didalamnya bermacam-macam
jenis cerita tradisional, misalnya saja legenda,
dongeng rakyat, mitos, epos dan sebagainya. Di suatu daerah yang kaya akan cerita-cerita
tradisional justru sering dilupakan oleh masyarakatnya sendiri.Masyarakat
seolah merasa kurang peduli dengan keberadaan sejarah kebudayaan dari daerahnya.
Legenda yang termasuk dalam ceritra tradisional sering
memiliki
atau berkaitan dengan kebenaran sejarah dan kurang berkaitan dengan masalah
kepercayaan supranatural. Sedangkan dongeng rakyat merupakan
salah satu cerita tradisional yang diceritakan secara turun-temurun dan lebih
banyak diceritakan secara lisan. Hal tersebut mengakibatkan cerita menjadi
sedikit berbeda dari mulut ke mulut. Walaupun pada intinya hampir sama. Dalam
dongeng rakyat biasanya mengajarkan nilai-nilai moral yang disampaikan dari
cerita tersebut.
Mitos dapat dipahami sebagai sebuah cerita yang berkaitan
dengan
kehidupan supranatural
yang lain, yang dianggap suci maupun ghaib. Kebenaran cerita mitos sebenarnya dapat dipertanyakan,
tetapi masyarakat pemilik mitos tersebut tidak pernah mempersoalkannya. Mereka
hanya sekedar percaya dan meyakini kuat akan adanya mitos, terutama dikalangan
masyarakat Jawa.
Legenda
(legends) itu sendiri dapat dipahami
sebagai cerita magis yang sering dikaitkan dengan tokoh, peristiwa, dan
tempat-tempat yang nyata (Mitchell dalam Nurgiyantoro,2010: 182). Mengenai mitos, Huck
dkk membedakan mitos kedalam empat jenis berdasarkan isi yang dikisahkan, yaitu
1) mitos penciptaan (creation myths),
2) mitos alam (nature myths), 3)
mitos kepahlawanan (hero myths),
mitos sejarah (Nurgiyantoro,
2010: 175).
Selain
itu, ada pula epos, epos merupakan
sebuah cerita panjang yang berbentuk syair atau puisi dengan pengarang yang
tidak pernah diketahui, anonim. Epos berisi cerita kepahlawanan seorang tokoh hero yang luar biasa hebat baik dalam
kesaktian maupun kisah petualangannya (Nurgiyantoro,
2010: 26).
Sejarah
merupakan rangkaian peristiwa masa lalu yang sarat akan makna bagi kehidupan
umat manusia, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kesadaran
akan sejarah perlu ditumbuhkembangkan agar manusia bisa mengenali jati diri dan
menjadi masyarakat yang tidak mudah tergoyahkan, terutama dalam era globalisasi yang banyak membawa
pengaruh yang begitu kuat sehingga mampu menggeser nilai-nilai kehidupan
terutama nilai sejarah dan kebudayaan. Dalam
hal ini, sangat diperlukan adanya pelestarian dari sejarah suatu daerah. Hal ini dilakukan agar sejarah dari suatu
daerah tidak dilupakan oleh masyarakatnya, manusia
selalu ingat dengan asal-usulnya, senantiasa bersyukur dan menjadikan manusia tidak takabbur/sombong.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini ada empat:
1. Bagaimana
legenda desa Padurenan?
2. Bagaimana
dongeng rakyat yang ada di desa Padurenan?
3. Bagaimana
mitos yang ada di desa Padurenan?
4. Bagaimana
epos yang ada di desa Padurenan?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian dalam makalah ini ada empat:
1. Mengetahui
legenda desa Padurenan.
2. Mengetahui
dongeng rakyat desa Padurenan.
3. Mengetahui
mitos yang ada di desa Padurenan.
4. Mengetahui
epos yang ada di desa Padurenan.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat
yang dapat diperoleh dari hasil laporan observasi di desa Padurenan ini adalah:
1.Bagi Penulis
Bagi penulis, dapat menambah pengalaman,
wawasan dan pengetahuan terutama mengenai asal usul suatu daerah terutama
legenda, dongeng rakyat, mitos dan epos yang berkembang di desa Padurenan.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Bagi instansi pendidikan, dapat
dijadikan sebagai literatur maupun sumber wacana di satuan pendidikan, terutama
sebagai literatur karya tulis di perpustakaan.
3. Bagi Masyarakat Umum
Bagi masyarakat umum, mengetahui sejarah
dari suatu daerah dan dapat digunakan pula sebagai literatur maupun sumber
referensi dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya. Dengan mengetahui
sejarah suatu daerah masyarakat tidak lupa dengan asal-usulnya sehingga mereka
selalu ingat, senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan semakin
berhati-hati.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DESKRIPSI TEMPAT PENELITIAN
Ø Deskripsi
Desa Padurenan
·
Data Statistik Penduduk
Desa Padurenan
o Jumlah
penduduk awal bulan Maret :
4529 orang
o Pendatang
laki-laki pada bulan Maret :
2 orang
o Pendatang
perempuan pada bulan Maret : 1
orang
o Jumlah
penduduk bulan Maret :
4530 orang
·
Struktur Desa Padurenan
PADURENAN
|
Dusun Krajan
|
Dusun Ampeyan
|
Dukuh Krajan I
|
Dukuh Krajan II
|
Dukuh Jerabang
|
Dukuh Randu Kuning
|
Dukuh Salak
|
Dukuh Jetis
|
·
Batas wilayah Desa
Padurenan
Batas
|
Desa/Kelurahan
|
Kecamatan
|
Sebelah utara
|
Daren
|
Nalumsari
|
Sebelah selatan
|
Getassrabi
|
Gebog
|
Sebelah timur
|
Karangmalang
|
Gebog
|
Sebelah barat
|
Getassrabi
|
Gebog
|
Ø Jadwal
Penelitian
1. Selasa,
2 April 2013 : Observasi ke rumah
Kyai Aminuddin (narasumber) di desa Padurenan.
2. Senin,
15 April 2013 : Meminta data
mengenai desa Padurenan ke balai desa Padurenan.
3. Jum’at,
19 April 2013 : Membagikan angket
kepada masyarakat desa Padurenan.
4. Sabtu,
20 April 2013 : Membagikan angket
ke perpustakaan daerah dan melanjutkan menuju desa Padurenan untuk mengambil
gambar makam Mbah Muhammad Syarif dan Mbah Mawardi.
5. Senin,
22 April 2013 : Membagikan angket
di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
B.
Legenda
Desa Padurenan
Legenda adalah cerita rakyat dari zaman
dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah.
Desa Padurenan
merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Gebog kabupaten Kudus.
Desa Padurenan memiliki potensi yang begitu banyak, di desa tersebut juga
memiliki beberapa cerita tradisional, termasuk didalamnya ada legenda, dongeng
rakyat, mitos dan epos. Dalam suatu legenda
biasanya terkait pula mengenai nama tempat dalam suatu daerah. Nama desa Padurenan itu sendiri terbentuk dari beberapa
versi, diantaranya:
1.
Diberi nama
Padurenan karena pada abad ke-16ada seorang tokoh dari Madura yang bernama Raden
Muhammad Syarif (satu generasi dengan Sultan Agung, masih zaman perwalian)
datang dari Madura kemudian menuju Jepara
melalui jalur laut. Beliau merupakan
putra dari Tumenggung Yudhonegoro yang diberi julukan Macan Wulung dan pada saat itu menjabat sebagai Raja Sumeneb,
Madura. Beliau memulai perjalanan darat dari
Jepara sampai Kudus. Raden Muhammad
Syarif sangatlah berjasa dalam proses islamisasi di Kudus bagian utara selain
walisongo yang juga berdakwah menyebarkan Islam di Kudus bagian utara yaitu
Sunan Muria. Karena jasa beliau dalam menyebarkan agama Islam di Kudus utara
dan karena beliau merupakan tokoh sentral di daerah tersebut yang berasal dari
Madura, sehingga daerah tersebut disebut Padurenan(Madura-Madurenan-Padurenan).
Simpulan:
Dinamakan desa Padurenan karena pepunden
desa Padurenan yaitu Mbah Muhammad Syarif berasal dari Madura.
2.
Padurenan berasal
dari bahasa Jawa yaitu padu dan leren, maksudnya yaitu apabila ada
masalah atau sesuatu yang diperdebatkan/padu di daerah lain yang tidak dapat leren/diselesaikan, maka jika masalah
tersebut dibawa ke desa Padurenan (padu
dan leren) maka masalah tersebut akan
terselesaikan, karena mengingat bahwa desa tersebut banyak ulama dan merupakan
pusat pengkajian ilmu agama. Kemudian desa tersebut berasal dari kata padu dan leren menjadi Padurenan.
Simpulan: Dinamakan
desa Padurenan karena jika ada padu/perdebatan
dan sampai di desa itu langsung leren/berhenti.
3.
Dinamakan desa
Padurenan karena dahulunya ketika Mbah Syarif
membuka lahan, beliau menemukan buah duren atau durian dan daerah tersebut
merupakan pusat durian. Jadi dinamakan desa Ndorenan dan menjadi Padurenan. Namun saat ini, pohon-pohon durian yang ada di desa
Padurenan sudah tidak ada sama sekali. Mengenai tidak adanya pohon duren
sekarang ini juga tidak diketahui jelas mengenai alasannya.
Simpulan:
Dinamakan desa Padurenan karena dulunya banyak pohon durian.
Simpulan
keseluruhan: Berdasaran penelitian yang kami
lakukan di desa Padurenan kami menyimpulkan bahwa dinamakan desa Padurenan
karena pepunden desa Padurenan yaitu
Mbah Muhammad Syarif berasal dari Madura. Kemudian nama desa tersebut berawal
dari Madurenan – Padurenan.
Nilai-nilai yang dapat diambil dari legenda desa
Padurenan meliputi
1)
Nilai religius dari
legenda tersebut yaitu kita hendaknya memiliki sifat sabar dan penuh keikhlasan
dalam menyiarkan agama islam. Seperti yang dilakukan oleh Raden Muhammad Syarif
dalam menyebarkan agama islam, walaupun datang dari kota yang amat jauh beliau.
2)
Nilai toleransi yaitu
kita harus saling membantu dalam menyelesaikan masalah.
C.
Dongeng Rakyat Desa Padurenan
Dongeng rakyat adalah cerita dari zaman dahulu yang hidup
dikalangan rakyat dan diwariskan secara lisan.
Selain
Sunan Kudus dan Sunan Muria yang banyak berjasa dalam islamisasi di Kudus, jika
mau menelisik lebih jauh ternyata masih banyak pula tokoh-tokoh agama yang
berjasa banyak dalam proses islamisasi di Kudus. Misalnya saja Raden Muhammad
Syarif. Beliau lebih banyak berperan di Kudus utara. Putra Bupati Sumenep,
Tumenggung Macan Wulung Yudonegoro, yang diduga hidup sezaman dengan Sunan
Kudus, mulai menyebarkan Islam dari kawasan Mantingan, Jepara, sampai kecamatan
Gebog, Kudus. Daerah-daerah yang pernah dilewati dan disinggahi Mbah Syarif,
banyak sekali desa maupun dukuh yang diberi nama oleh Mbah Syarif. Dalam
penamaan desa maupun dukuh-dukuh itu, Mbah Syarif biasanya melihat dari kondisi
beliau sendiri saat di daerah tersebut maupun kondisi daerah itu.
Sebelum
Mbah Syarif datang ke Padurenan, di desa tersebut ada seorang tokoh yang
terkenal dengan kepandaiannya yang bernama Mbah Rono. Setelah Mbah Syarif
datang dan menyebarkan agama Islam di Padurenan, pengaruh dan kedudukan Mbah
Rono semakin tergeser, dan Mbah Rono merasa ajaran Mbah Syarif menyimpang dari
adat jawa. Hal itu membuat rasa iri di hati Mbah Rono dan menjadikan dendam
kepada Mbah Syarif. Setiap Mbah Syarif berdakwah selalu diganggu dan
dihalang-halangi oleh Mbah Rono.
Pada
suatu hari, Mbah Rono mengajak Mbah Syarif untuk bertarung ayam jago. Konon,
ayam jago Mbah Rono adalah jelmaan dari petel.Karena
ayam jago Mbah Syarif kalah tanding dengan ayam jago Mbah Rono, kemudian pada
pertarungan selanjutnya Mbah Syarif menyabda godemmenjadi ayam jago, sehingga dapat mengalahkan ayam jago Mbah
Rono yang disabda dari petel.
Banyak
sekali peninggalan-peninggalan dan karamah
Mbah Syarif. Namun tidak banyak peninggalan yang tertinggal. Mbah Syarif pernah
mendirikan masjid dengan satu tiang soko, jadi seolah-olah bentuknya seperti
payung yang hanya bertumpu pada satu tiang. Namun setelah terjadi pemugaran
berkali-kali, bentuk masjid tersebut sudah tidak seperti aslinya lagi.
Peninggalan lainnya yaitu belik doso
atau sepuluh belik. Konon, kesohoran
Mbah Syarif ada orang yang tidak menyukainya. Untuk menghindari orang yang
tidak menyukai itu, beliau membuat belik
agar yang dirusak adalah beliknya.
Karena biasanya orang yang benci terhadap orang lain, jika tidak bertemu dengan
yang dibenci, maka barangnya yang dirusak. Begitu juga dengan Mbah Syarif, agar
kepunyaannya yang dirusak, maka beliau membuat belik. Setiap membuat belik, selalu dirusak oleh orang lain. Hingga
tersisa satu belik yang sampai
sekarang masih dirawat oleh masyarakat yaitu belik sirih dan dimanfaatkan untuk berwudlu.
Di
setiap daerah-daerah yang dilewati dan disinggahi, beliau selalu berdakwah
menyebarkan ajaran agama Islam. Mbah Syarif juga memiliki banyak murid,
diantaranya yang berada di desa Padurenan yaitu Mbah Suto dan Mbah Mawardi.
Mbah Suto yang sudah disabda Mbah Syarif menjadi setan selalu saja mengganggu
masyarakat. Hal itu membuat Mbah Mawardi selaku murid Mbah Syarif dan tokoh
agama di desa Padurenan menjadi geram dengan tingkah Mbah Suto.
Sekitar
tahun 1950 M, Mbah Suto diusir oleh Mbah Mawardi dengan berkelahi dan adu
fisik. Setiap Mbah Mawardi beradu dengan Mbah Suto, beliau pasti mampu
menandingi kekuatan Mbah Suto. Misalnya saja ketika mereka beradu dan Mbah Suto
menembus dinding, Mbah Mawardi juga dapat melakukan hal yang sama. Pernah juga
Mbah Suto berjalan diatas padi dan Mbah Mawardi dapat pula melakukan hal yang
sama. Namun, Mbah Mawardi hanya dapat melakukan hal itu saat beradu dengan Mbah
Suto.
Dari
cerita tersebut dapat disimpulkan
bahwa dongeng rakyat desa Padurenan bermula dari kedatangan Mbah Syarif ke desa
tersebut yang sebelumnya sudah ada seorang tokoh yang terkenal dengan
kepandaiannya yang bernama Mbah Rono. Kedatangan Mbah Syarif dalam menyebarkan
agama Islam di Padurenan mengakibatkan kedudukan Mbah Rono semakin tergeser dan
menurut Mbah Rono ajaran Mbah Syarif menyimpang dari adat jawa karena Mbah
Syarif lebih mengutamakan syari’at Islam bukan adat jawa sehingga Mbah Rono
merasa iri hati dan dendam terhadap Mbah Syarif.
Akibat
dendam tersebut Mbah Rono pun mengajak Mbah Syarif untuk bertarung ayam jago.
Ayam jago Mbah Rono adalah jelmaan dari petel.
Namun karena ayam jago Mbah Syarif kalah tanding dengan ayam jago Mbah Rono,
kemudian pada pertarungan selanjutnya Mbah Syarif menyabda godemmenjadi ayam jago, sehingga dapat mengalahkan ayam jago Mbah
Rono yang disabda dari petel.
Karena semasa hidupnya Mbah Syarif
tinggal di desa Padurenan, beliau meninggalkan beberapa peninggalan meliputi:
sebuah Masjid, mustaka dari tanah liat, belik doso tetapi belik yang masih ada
sampai sekarang adalah belik sirih.
Nilai yang terdapat dalam dongeng rakyat yaitu:
1)
Nilai religius dari
dongeng rakyat yang ada di desa Padurenan yaitu, sebagai manusia kita wajib
percaya atas semua kuasa dan kehendak Allah SWT misalnya saja Mbah Syarif
menyabda godem menjadi seekor ayam jago, seketika itu atas kuasa dan kehendak
Allah SWT, berubahlah godem menjadi seekor ayam jago
2)
Nilai toleransi dari
dongeng rakyat yang ada di desa Padurenan yaitu, sebagai manusia kita harus
saling menghormati dan menghargai orang lain misalnya saja Mbah Syarif menerima
ajakan Mbah Rono untuk melakukan pertarungan ayam jago
3)
Nilai budaya dari
dongeng rakyat yang ada di desa Padurenan yaitu, sebagai generasi penerus
bangsa kita harus melestarikan kekayaan budaya dan tradisi (adat kebiasaan)
yang terdapat di suatu daerah misalnya
saja di desa Padurenan yaitu tradisi Mauludan Jawian.
D.
Mitos
Desa Padurenan
Mitos adalah cerita suatu bangsa dan
pahlawan zaman dahulu, yang mengandung penafsiran asal-usul semesta alam,
manusia dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti yang mendalam yang
diungkapkan dengan cara gaib.
Ketika Muhammad Syarif hendak
membangun masjid ada seorang dari desa Daren (sebelah utara desa Padurenan)
ingin mengabdi (ngawulo) kepada
beliau. Orang tersebut bernama Mbah Suto. Di perintah apa saja,Mbah Suto selalu mentaati. Namun
ada satu hal yang sangat sulit ditaati
oleh Mbah Sutoyaitu jika diperintah
beribadah, walaupun
Mbah Suto pernah beribadah namun kesukaannya adalah
nyandu/nyeret.
Diceritakan bahwa suatu hari
Muhammad Syarif hendak sholat dan kebetulan Mbah Suto sedang nyandu/merokok di pengimaman masjid. Karena
ketahuan Muhammad Syarif Mbah Suto dipukul dengan sajadah seraya berkata,
“Perbuatanmu seperti setan, pergilah dari sini!” Atas kehendak Allah, seketika
itu hilanglah wujud kemanusiaan Mbah Suto dan menjelma menjadi wujud setan.
Karena kejadian ini Muhammad Syarifmerasa sangat menyesal sekali. Namun mau
bagaimana lagi ini sudah takdir Allah SWT yang tidak bisa dihindari dan tidak
bisa dikembalikan lagi seperti semula.
Berhubung pembangunan masjid sudah
selesai dan Mbah Suto sudah bekerja keras, maka diapun tidak mau pindah dari
masjid tersebut. Mbah Suto minta tempat di sekitar masjid. melihat jasa-jasa
Mbah Suto Muhammad Syarif pun tidak tega. Akhirnya Mbah Suto diberi tempat di
belakang masjid (di belakang pengimaman). Karena Mbah Suto sudah merasa nyaman
dengan tempatnya di belakang masjid,Mbah Suto berpesan kepada masyarakat Padurenan:
“Hai masyarakat Padurenan dan anak cucunya
kalau kalian memiliki hajat walaupun hanya mendirikan gubug janganlah
lupa untuk membuat selametan atau sesajen guna memberikan makanan kepadaku.
Berhubung sekarang makananku bukan lagi nasi, ketela dan minumku bukan lagi
kopi, maka sebagai gantinya adalah degan kelapa dan kembang menyan dan jangan
lupa candu yang menjadi kesenanganku. Kalau sampai kalian tidak menaati,
ingatlah! Semuanya akan saya hajar.” Mendengar ucapan Mbah Suto yang demikian,
banyak sekali masyarakat Padurenan yang takut sehingga mereka melaksanakan
pesan tersebut. Mereka takut apabila tidak melaksanakan perintah Mbah Suto akan
terkena musibah seperti sakit bahkan bisa menjadikan gila (Zuba’I, 2012: 22).
Memang jika permintaan Mbah Suto
tidak dipenuhi, maka orang yang mempunyai hajat akan diganggu oleh Mbah Suto.
Misalnya saja, pernah ada keluarga yang hendak memiliki hajat namun tidak
memberikan degan, kembang menyan, dan candu yang diletakkan di belakang mihrab,
saat hajat berlangsung masakan yang dimasak oleh keluarga yang memiliki hajat
tak kunjung matang. Ternyata saat itu Mbah Mawardi yang bisa melihat hal-hal
yang bisa dikatakan gaib berkata, “Benar saja masakan tidak matang, dandangnya (kuali) saja diangkat Suto.” Dan
masih banyak lagi kejadian yang terjadi apabila tidak menuruti permintaan Mbah
Suto ketika ada hajat. Namun setelah pertarungan antara Mbah Mawardi dan Mbah
Suto yang dimenangkan oleh Mbah Mawardi, Mbah Suto sudah tidak meminta degan, kembang
menyan, dan candu kepada yang memiliki hajat. Sampai sekarang pun Mbah Suto
tidak pernah mati karena wujudnya yang sekarang adalah setan.
Mitos desa Padurenan dapat
disimpulkan bahwadalam berdakwah Mbah Syarif juga memiliki murid, diantaranya
yang berada di desa Padurenan yaitu Mbah Suto dan Mbah Mawardi. Kedua santri
ini memiliki sifat yang berlawanan. Mbah Suto terkenal dengan sifatnya yang
suka nyandu sehingga pada akhirnya dia disabda oleh Mbah Syarif menjadi setan
yang masih hidup sampai sekarang, sedangkan Mbah Mawardi adalah santri yang
baik dan rendah hati. Nilai-nilai yang dapat diambil dari mitos desa Padurenan
meliputi nilai kepatuhan murid terhadap guru, menghormati orang lain, nilai
pelestarian budaya, menguatkan aqidah Islam dan percaya akan ke-Esa-an Allah
SWT.
Larangan
|
Hukuman
|
Waktu Pelaksanaan
|
Mengabaikan
permintaan Mbah Suto (degan, kembang menyan, candu) ketika ada orang yang
memiliki hajat
|
Yang memiliki hajat
akan diganggu Mbah Suto (misalnya saja masakan yang dimasak tidak kunjung
matang
|
Ketika hajat
berlangsung
|
E.
Epos
Desa Padurenan
Epos adalah cerita kepahlawanan;
syair panjang yang menceritakan perjuangan pahlawan.
Mauludan Jawian adalah sebuah
tradisi yang dilaksanakan di Padurenan setiap hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu
tepatnya pada tanggal 12 Robiul Awwal.
Namun tidak hanya di bulan Robiul Awwal saja tetapi Mauludan Jawian paling
tidak juga dilaksanakan minimal satu
minggu sekali pada saat pembacaan Albarzanzi. Disebut
dengan Mauludan Jawian karena lagu-lagu dalam pelaksanaan Mauludan Jawian
tersebut bernuansa Jawa. Lagu-lagu tersebut hampir mirip dengan lagu kinanthi
dan lagu-lagu Jawa lainnya. Mauludan Jawian dilaksanakan dengan berzanji dan syaroful anam.
Mauludan Jawian dilaksanakan murni
dengan suara, tanpa menggunakan alat seperti jidur, rebana, atau alat-alat
musik Islam lainnya. Hal tersebut dilaksanakan agar pelaksana Mauludan Jawian
khusyu’ dalam berdo’a. Mauludan Jawian mempunyai pengaruh terhadap rohani
seseorang untuk menentramkan hati dan pikiran karena termasuk penghormatan
terhadap Nabi Muhammad SAW.
Pembawa tradisi Mauludan Jawian
adalah Raden Muhammad Syarif. Beliau adalah putra bungsu dari Bupati Sumenep
(Macan Wulung Yudonegoro). Awal kisah, Bupati Sumenep (Macan Wulung Yudonegoro)
memiliki 2 putra. Ketika dikalahkan oleh Cokroningrat IV, putranya yang sulung
dikalahkan bersama Belanda. Putra sulung tersebut tidak diketahui namanya
secara pasti. Adapun putranya yang bungsu bernama Raden Muhammad Syarif.
Setelah Raden Muhammad Syarif mengetahui bahwa kakaknya bersekutu dengan
Belanda dan memfitnahnya, maka Raden Muhammad Syarif pergi mengembara dengan
meninggalkan istrinya. Ketika itu Raden Muhammad Syarif belum memiliki
keturunan. Pengembaraan Raden Muhammad Syarif tidak melewati jalur darat,
melainkan melewati jalur laut (utara Jawa). Muhammad Syarif tidak membawa
apa-apa melainkan hanya satu buah gentong, kitab kitab Al-Qur’an, baju pusaka,
dan empat buah kelapa untuk membantu pengarungan laut Jawa. Dari Sumenep
melewati laut utara terus ke barat sampai ke kabupaten Jepara dengan
selamat.
Raden Muhammad Syarif terus
berjalan dan melewati daerah Mantingan, Syiripan, Mayong, Tunggul Syaripan,
Gebog, Buloh, Geringging, Jurang, Ngepon, Manisan, Ngaringan, Gerjen, dan
akhirnya sampailah Raden Muhammad Syarif di desa Padurenan.
Perjalanan Raden Muhammad Syarif sampai di Padurenan
yaitu sekitar 300 tahun yang lalu, bertepatan dengan turunnya Pangeran
Diponegoro. Setelah cukup lama tinggal di Padurenan, beliau tidak berkelana
lagi dan sudah merasa nyaman berada di Padurenan. Beliau juga sudah berhasil
dalam berdakwah, salah satu diantaranya yaitu tradisi Mauludan Jawian. Beliau
membawa tradisi tersebut dari daerah Madura. Oleh karena itu, lagu-lagu Mauludan
Jawian yang ada di Padurenan mirip dengan lagu-lagu Mauludan Jawian yang ada di
daerah Madura.
Jadi dapat disimpulkan bahwa epos
desa Padurenan adalah berupa tradisi Mauludan Jawian. Tradisi Mauludan Jawian
dibawa oleh Raden Muhammad Syarif dari Madura yang dilaksanakan setiap hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu tepatnya pada tanggal 12 Robiul Awwal. Dinamakan
dengan Mauludan Jawian karena lagu-lagu dalam pembacaan berjanzi dan syaroful
anam bernuansa Jawa. Lagu-lagu tersebut hampir mirip dengan lagu kinanthi dan
lagu-lagu Jawa lainnya. Nilai-nilai yang dapat diambil dari epos desa Padurenan
meliputi:
1)
Nilai religius yaitu
terkait dengan ajakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW
sebagai penuntun umat Islam
2)
Nilai budaya yaitu
terkait dengan pelestarian tradisi Maulud Jawian yang berbeda dengan mauludan
di daerah lain
3)
Nilai sejarah yaitu
terkait bahwa Mauludan Jawian merupakan mauludan khas desa Padurenan yang
diajarkan Mbah oleh Muhammad Syarif yang masih berlangsung sampai sekarang.
Larangan
|
Hukuman
|
Waktu Pelaksanaan
|
Meninggalkan tradisi
Maulud Jawian
|
Mbah Suto kembali ke
desa Padurenan
|
Setiap 12 Rabi’ul
Awwal maupun rutin saat ada pengajian di musholla ataupun masjid
|
F.
Hasil Prosentase Observasi Mengenai Desa Padurenan
Ø Prosentase Warga Desa Padurenan
Setuju : 71 %
Kurang
setuju : 15 %
Tidak
setuju : 14 %
Ø Prosentase Perpustakaan Daerah
Setuju : 12,2 %
Kurang
setuju :
10%
Tidak
setuju : 24,4 %
Tidak
tahu : 53,4 %
Ø Prosentase Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Setuju : 58,3 %
Kurang
setuju :21 %
Tidak
setuju : 15,2 %
Tidak
tahu : 5,5%
Kami membagikan angket kepada warga
desa Padurenan, perpustakaan daerah dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Dari
hasil pembagian angket kami menghitung prosentase yang berkaitan dengan angket
sejarah desa Padurenan. Dalam angket tersebut terdapat delapan belas pernyataan
berkaitan dengan legenda, dongeng rakyat, mitos dan epos desa Padurenan. Dari
pernyataan yang terdapat pada angket, penerima angket dapat memilih opsi antara
setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Namun jika tidak memilih dari salah
satu opsi tersebut, maka dianggap tidak tahu mengenai pernyataan yang ada.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dinamakan desa Padurenan karena
memiliki sebab-sebab yang mengacu pada nama Padurenan. Mengenai penamaan desa
Padurenan terdapat tiga versi cerita, 1) Karena Mbah Syarif sebagai tokoh agama
di daerah tersebut berasal dari Madura, maka dinamakan Madurenan dan menjadi
Padurenan, 2) Karena dulunya di desa tersebut memiliki banyak pohon duren, 3)
Karena berasal dari bahasa Jawa yaitu padu
dan leren, maksudnya apabila di
daerah lain terdapat masalah yang diperdebatkan/padu tidak selesai di daerah tersebut, namun jika dibawa ke
Padurenan untuk dikaji, maka masalah yang diperdebatkan akan selesai/leren, sehingga dinamakan Padurenan.
Dongeng rakyat di desa tersebut
terkait dengan pertarungan antara pihak yang baik melawan pihak yang buruk, antara
Mbah Syarif dengan Mbah Rono dan antara Mbah Mawardi dengan Mbah Suto. Mengenai
mitos yang ada di desa Padurenan masih sangat terkait dengan Mbah Suto, yaitu
setiap ada hajat dari masyarakat desa tersebut, maka keluarga yang memiliki
hajat harus memberikan degan, kembang sajen dan candu. Jika keluarga yang
memiliki hajat tidak memberikan permintaan Mbah Suto maka saat berlangsungnya
hajat akan diganggu oleh Mbah Suto. Namun, sekarang hal tersebut sudah tidak
dilaksanakan lagi.
Maulud Jawian merupakan sebuah
tradisi yang berkembang di desa Padurenan yang dimulai sejak diajarkan oleh
Mbah Syarif. Maulud Jawian berisikan pembacaan al-barzanji yang dilagukan
dengan nada tembang jawa yang sangat khas dan berbeda dari daerah-daerah
lainnya.
Ketidaktahuan dan
ketidakpedulian masyarakat mengenai sejarah kebudayaan di suatu daerah
menunjukkan kurang adanya kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Karena
kita ketahui bahwa pendidikan itu bukan hanya sekedar pengetahuan saja akan
tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan termasuk kebudayaan.
B. Saran
Meninjau kembali
pada observasi mengenai desa Padurenan yang menunjukkan presentase pengetahuan
masyarakat mengenai sejarah dari daerahnya sendiri sangatlah memprihatinkan.
Sehingga perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat sejak dini mengenai sejarah
kebudayaan dari suatu daerah.
Media sosialisasi
dapat dilakukan dengan dua media yaitu melalui pencetakan buku yang memuat
sejarah kebudayaan, dan kaset VCD
yang memuat prosesi tradisi yang ada di desa Padurenan seperti posesi tradisi Mauludan
Jawian. Sehingga dapat
memudahkan masyarakat dalam mengkaji sejarahkebudayaan dan prosesi tradisi yang
ada di desa Padurenan. Sehingga kekayaan budaya yang dimiliki desa Padurenan
tetap lestari dan terjaga keasliannya.
Daftar
Pustaka
Zuba’i,
Ahsinillaits. 2012. Sejarah Desa
Paduranan. Kudus: Pemerintah Desa Paduremam Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2010. Sastra Anak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.